AL-QUR’AN DAN ASSUNNAH


AL-QUR’AN DAN ASSUNNAH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ushul Fiqh II
Dosen Pengampu : Masturi Lc.. M.Pd.
Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
1. Nastiti Rakasiwi                     (1710610044)
2. Nur Indah Sari                        (1710610045)
3. Moh. Adib Zaki Iqbal             (1710610046)
4. M. Danial Magfuro                (1710610047)

PROGAM STUDI TADRIS MATEMATIKA
JURUSAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN AKADEMIK 2018

BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.
Al-Qur’an adalah kitab suci ummat Islam yang diwahyukan Allah kepada Muhammad melalui perantaraan Malaikat Jibril. Secara harfiah Qur’an berarti bacaan. Namun walau terdengar merujuk ke sebuah buku/kitab, ummat Islam merujuk Al-Qur’an sendiri lebih pada kata-kata atau kalimat di dalamnya, bukan pada bentuk fisiknya sebagai hasil cetakan.
Umat Islam percaya bahwa Al-Qur’an disampaikan kepada Muhammad melalui malaikat Jibril. Penurunannya sendiri terjadi secara bertahap antara tahun 610 hingga hingga wafatnya beliau 632 M. Walau Al-Qur’an lebih banyak ditransfer melalui hafalan, namun sebagai tambahan banyak pengikut Islam pada masa itu yang menuliskannya pada tulang, batu-batu dan dedaunan.
Umat Islam percaya bahwa Al-Qur’an yang ada saat ini persis sama dengan yang disampaikan kepada Muhammad, kemudian disampaikan lagi kepada pengikutnya, yang kemudian menghapalkan dan menulis isi Al Qur’an tersebut. Secara umum para ulama menyepakati bahwa versi Al-Qur’an yang ada saat ini, pertama kali dikompilasi pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan (khalifah Islam ke-3) yang berkisar antara 650 hingga 656 M. Utsman bin Affan kemudian mengirimkan duplikat dari versi kompilasi ini ke seluruh penjuru kekuasaan Islam pada masa itu dan memerintahkan agar semua versi selain itu dimusnahkan untuk keseragaman.
Al-Qur’an memiliki 114 surah , dan  6.236 ayat (terdapat perbedaan tergantung cara menghitung). Hampir semua Muslim menghafal setidaknya beberapa bagian dari keseluruhan Al-Qur’an, mereka yang menghafal keseluruhan Al-Qur’an dikenal sebagai hafiz (jamak:huffaz). Pencapaian ini bukanlah sesuatu yang jarang, dipercayai bahwa saat ini terdapat jutaan penghapal Al-Qur’an diseluruh dunia. Di Indonesia ada lomba Musabaqah Tilawatil Qur’an yaitu lomba membaca Al-Qur’an dengan tartil atau baik dan benar. Yang membacakan disebut Qari (pria) atau Qariah (wanita).
Muslim juga percaya bahwa Al-Qur’an hanya berbahasa Arab. Hasil terjemahan dari Al-Qur’an ke berbagai bahasa tidak merupakan Al-Qur’an itu sendiri. Oleh karena itu terjemahan hanya memiliki kedudukan sebagai komentar terhadap Al-Qur’an ataupun hasil usaha mencari makna Al-Qur’an, tetapi bukan Al-Qur’an itu sendiri. 
Hadits (bahasa Arab: الحديث, ejaan KBBI: Hadis) adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur’an. Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad. Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum. Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata infinitif, maka kata tersebut adalah kata benda.
B.    Rumusan Masalah.
1.       Bagaimana  pengertian Sumber Hukum Islam Al-Qur’an dan kedudukannya?
2.       Apa saja pokok-pokok isi kandungan Al-Qur’an?
3.       Apa saja hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an?
4.       Bagaimana pengertian dan kedudukann Assunah?
5.       Apa saja fungsi Assunnah jika dihubungkan dengan Al-Qur’an dari segi hukum-hukum yang di dalamnya?
6.       Apa saja pembagian sunnah menurut sanad? 
C.    Tujuan
1.       Mengetahui pengertian Sumber Hukum Islam Al-Qur’an dan kedudukannya.
2.       Mengetahui pokok-pokok isi kandungan Al-Qur’an.
3.       Mengetahui hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an.
4.       Mengetahui pengertian dan kedudukan Assunnah  
5.       Apa saja fungsi Assunnah jika dihubungkan dengan Al-Qur’an dari segi hukum-hukum yang di dalamnya?
6.       Apa saja pembagian sunnah menurut sanad?

BAB 2
PEMBAHASAN

A.      Sumber atau Dalil Hukum Islam
Kata dalil berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata al adillah yang berarti petunjuk kepada sesuatu.[1] Menurut istilah, dalil adalah sesuatu yang dapat menyampaikan dengan pandangan yang benar dan tepat kepada hukum syar'i dan amali.[2] Dalil berfungsi untuk mengatur bagaimana melaksanakan amalan dengan cara tepat dan benar. Jadi, sumber atau dalil hukum islam adalah  sesuatu yang darinya di gali berbagai hukum, baik perbuatan manusia maupun benda-benda yang akan di pakai manusia dalam kehidupannya.[3]
Dalil dapat berupa wahyu yaitu Al-Qur'an maupun bukan wahyu yaitu As-Sunnah.As-Sunnah yang merupakan pendapat para mujtahidin disebut Al-Ijma', sedangkan As-Sunnah yang merupakan kesesuaian sesuatu dengan yang lainnya karena bersekutunya dengan 'illat disebut Al-Qiyas.
1.     Al-Quran
a.      Pengertian Al-Qur'an
Al-Quran berasal dari bahasa arab yaitu dari kataقرء yang artinya bacaan.[4] Menurut kalangan pakar ushul, Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril sebagai pedoman hidup umat Islam yang ketika dibaca dinilai sebagI ibadah. Al-Qur'an terdiri dari 30 juzz, 114 surat, dan 6666 ayat. Menurut ahli kalam, Al-Qur'an merupakan salah satu hujjah atau salah satu dari lima sumber hukum islam.[5] Al-Qur'an tidak mengalami pergantian atau perubahan. Hal ini dijamin oleh Allah dengan firman-Nya :
قرانا عربيا غيرذي عوج لعلهم يتقون
Artinya : Ialah Al-Qur'andalambahasaArabyang tidak ada kebengkokan supaya mereka bertaqwa. (Q.S. Az-Zumar : 28).
b.     Kedudukan Al-Qur'an
Ayat-ayat Al-Qur'an yang membicarakan hukum sifatnya umum, tidak membicarakan hal-hal yang kecil. Al-Qur'an merupakan sumber utama, pertama, dan sumber pokok bagi hukum islam karena sudah melingkupi semua persoalan yang berkaitan dengan dunia dan akhirat.
Pokok-pokok isi kandungan Al-Qur’an:
1)     Masalah tauhid, termasuk di dalamnya segala kepercayaan terhadap yang ghaib. Manusia diajak kepada kepercayaan yang benar yaitu mentauhidkan Allah.
2)     Ibadah, yaitu kegiatan-kegiatan dan perbuatan yang mewujudkan dan menghidupkan di dalam hati dan jiwa.
3)     Janji dan ancaman, yaitu janji dengan balasan yang baik atau pahala bagi mereka yang berbuat baik, dan ancaman yaitu siksa bagi mereka yang berbuat kejelekan. Janji akan memperoleh kemuliaan baik di dunia maupun di akhirat dan ancaman akan kesengsaraan baik di dunia maupun di akhirat. Janji dan ancaman di akhirat berupa surga dan neraka.
4)     Ketentuan dan aturan-aturan untuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat agar mencapai keriddlaan Allah.
5)     Riwayat dan cerita, yaitu sejarah orang-orang terdahulu, baik itu sejarah bangsa-bangsa, tokoh-tokoh maupun nabi-nabi utusan Allah.

Dalam Al-Quran terdapat hal-hal yang perlu diketahui yakni:
1)     Basmalah Termasuk Al-Quran
Ulama sepakat bahwa Basmalah merupakan bagian dari Al-Quran, seperti yang disebutkan dalam surah An-Naml ayat 30 yang artinya “Sesungguhnya surat itu, dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”[6] Sebaliknya, ulama juga menyepakati bahwa Basmallah bukan bagian dari Al-Quran pada permulaan surat At-Taubah, karena surat tersebut diturunkan dalam konteks peperangan, dimana substansinya tidak serasi dengan Basmalah yang memiliki substansi rahmat dan kasih sayang.
2)     Bacaan Syadz Bukan Termasuk Al-Quran
Bacaan Syadz yaitu bacaan yang diriwayatkan perorangan dan tidak mencapai kualifikasi qira’ah shahihah atau bacaan yang benar, seperti lafadz ايما نهما yang terdapat dalam rangkaian ayat
والسارق والسارقة فاقطعوا ايمانهما

Diperselisihkan, apakah bacaan tersebut termasuk Al-Quran karena tidak   diriwayatkan secara mutawatir atau yang selevel dengan mutawatir. Padahal Al-Quran dalam posisi I’jaz nya, dimana manusia tidak mungkin menirunya meskipun hanya surat terpendek, menuntut eksistensinya ternukil secara mutawatir. Pendapat kedua, ayat tersebut termasuk bagian Al-Quran karena menganggap kemutawatirannya telah terjadi di kurun pertama, sebab keadilan perawinya, dimana hal tersebut sudah mencukupi. Menurut Abd. Wahab Khallaf hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur'an pada garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga macam:
1)     Hukum-hukum yang bertalian dengan keyakinan yang menjadi kewajiban bagi orang yang mukhallaf meyakininya seperti yang bertalian dengan Allah, Malaikat, Kitab Allah, Rasul, Hari Akhir, dan qada qadar.
2)     Hukum-hukum yang bertalian dengan akhlak, ialah yang menjadi kewajiban bagi setiap mukhallaf untuk berakhlak mulia.
3)     Hukum-hukum yang bertalian dengan apa saja yang diperbuat atau dikatakan oleh setiap mukhallaf dalam pergaulan hidupnya, baik yang menyangkut hubungan lahiriah antara manusia dengan Tuhannya, dengan sesama manusia, dengan sesama alam sekitar.

Menurut Abd. Wahab, hukum-hukum yang berhubungan dengan pergaulan hidup manusia, di dalam Al-Qur'an ada dua macam:
1)     Hukum-hukum ibadah yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah. Hukum-hukum ini bersifat tetap dan tidak boleh berubah.
2)     Hukum-hukum muamalah yaitu hukum yang mengatur pergaulan hidup manusia dengan sesamanya. Hukum muamalah dapat berubah sesuai dengan kemaslahatan yang terjadi di masyarakat.

Dalam membina hukum, Al-Qur'an berpedoman kepada tiga hal, yaitu:
1)     Tidak memberatkan umatnya, oleh karena itu hukum tidak membebankan di luar kemampuan manusia.
Tidak memperbanyak tuntutan, oleh karena itu jumlah ayat-ayat Al-Qur'an yang mengandunv hukum kurang lebih hanya 200 ayat.
2)     Berangsur-angsur dalam menetapkan hukum.
Al-Qur'an turun kepada Nabi Muhammad dalam bahasa Arab sebagai wahyu, dan kalimatnya pun dari Allah, oleh sebab itu, membaca Al-Qur'an termasuk ibadah. Hal ini berbeda dengan hadits, sebab lafal dan kalimatnya dari Nabi Muhammad sendiri.
c.      Segi-segi kemukjizatan Al-Qur'an
Kemukjizatan tidak hanya dari segi-segi lafadznya saja, tetapi juga makna dan isinya.Dikemukakan misalnya tentang rahasia-rahasia alam, hingga kini belum juga terungkap.Susunan bahasanya yang indah, dan tepat dibaca dalam segala keadaan, hingga kini tidak ada sesuatu yang dapat menyamainya dan menandinginya.  Hal ini dapat dirasakan mereka yang memahami bahasa rab , kesesuaian Al-Qur'an dengan ilmu pengetahuan.
2.     As Sunnah
a.        Pengertian as sunnah
As sunnah menurut bahasa adalah jalan yang terpuji. Menurut ulama ushul fiqih ialah segala yang diberitakan dari Nabi SAW, baik berupa perbuatan, perkataan ataupun pengakuan (taqrir). Sedangkan sunnah menurut istilah ulama fiqih adalah sifat hukum bagi perbuatan yang dituntut memperbuatnya dalam bentuk tuntutan yang tidak pasti dengan pengertian diberi pahala orang yang melakukannya dan tidak berdosa bagi yang meninggalkannya.
Sunnah menurut pengertian ahli ushul dari segi materinya terbagi menjadi 3 macam :
1)          Sunnah Qauliyyah yaitu ucapan Nabi yang didengar oleh sahabat dan disampaikannya kepada orang lain. Contoh sahabat berkata: Nabi Muhammad saw. bersabda: "siapa yang tidak shalat karena tertidur atau lupa hendaklah ia mengerjakan shalat itu ketika ia telah ingat".
2)          Sunnah Fi'liyyah yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad yang dilihat atau diketahui  oleh sahabat kemudian disampaikan orang lain dengan ucapannya. Umpamanya sahabat berkata: ''saya melihat Nabi Muhammad saw, melakukan shalat sunnah dua rakaat sesudah shalat zuhur.
3)          Sunnah Taqririyah yaitu tidakan sahabat yang dilakukan di hadapan atau sepengetahuan Nabi, tetapi tidak ditanggapi atau tidak dicegah oleh Nabi. Diamnya nabi tersebut disampaikan sahabat dengan ucapannya.Umpamanya seseorang sahabat memakan daging dhan di hadapan Nabi. Nabi mengetahui apa yang dimakan sahabat tersebut tetapi Nabi tidak melarangnya. Kisah tersebut disampaikan sahabat yang mengetahuinya dengan ucapan: "Saya melihat seseorang sahabat memakan daging sapi dhab di dekat Nabi, Nabi mengetahui tetapi Nabi tidak melarang".
Dalam semua bentuk sunnah di atas, Nabi saw, tidak berbuat dengan keinginan sendiri tetapi berdasarkan Wahyu yang diwahyukan kepadanya. Tetapi yang bertalian dengan perbuatan sehari-hari yang merupakan perbuatan kebiasaan seperti makan, minum, tidur, tidaklah terhitung sunnah, terkecuali dari segi caranya saja. Perbuatan yang seperti ini adalah perbuatan manusia biasa yang tidak mengikat kaum muslimin untuk menurutinya, hanya dianjurkan mengikutinya, karena beliau adalah orang yang lebih utama dicontoh.[7]
b.       Kedudukan sunnah
Hadits atau as-Sunnah merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Kehujjahan hadits sebagai sumber hukum islam di Akui Oleh Al-Qur’an (Allah ). Allah SWT berfirman :

“dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” ( QS An-Najm; 3-4 )


apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah....( Q.S. Al-Hasyr [59]; 7.[8]
c.        Fungsi as sunnah
Adapun fungsi sunnah jika dihubungkan kepada al-Qur'an dari segi hukum-hukum yang terkandung dalam keduanya, ulama ushul membaginya kepada tiga macam, yaitu:
1)   Sunnah sebagai penguat hukum yang telah ditetapkan oleh Al-Qur'an, seperti perintah mendirikan shalat, puasa, zakat, dan haji.
2)   Sunnah sebagai penjelas dan merinci apa yang telah digariskan dalam al-qur'an. Fungsi ini merupakan fungsi yang paling dominan. Misalnya hadis-hadis yang berhubungan dengan tata cara shalat, zakat, puasa dan haji. Praktik Rasulullah saw merupakan penjabaran lebih lanjut dari ayat-ayat al-Qur'an yang bersifat mujmal (umum).
3)   Sunnah menetapkan hukum yang belum diatur di dalam al-Qur'an. Misalnya, haram kawin dengan mengumpukan seorang wanita dengan saudara ayah atau saudara ibunya, haram memakan binatang yang bercakar dan bertaring, haram memakai sutera dan emas bagi laki-laki dan halal memakan binatang dhab dan mengharamkan keledai piaraan.
Demikian pada pokoknya para ahli hukum islam berpendapat sunnah itu adalah Sumber hukum Islam yang kedua, karena sunnah juga adalah Wahyu, dan kedudukannya baik sebagai penguat atau penjelas al-Qur'an dan hanya sedikit yang berbicara tentang hukum baru. [9]
d.       Pembagian sunnah
Pembagian sunnah menurut jumlah perawinya ada dua macam:
1)   Mutawatir adalah sunnah yang diriwayatkan dari Rasulullah saw oleh sekelompok perawi yang menurut kebiasaanya perawi ini tidak mungkin bersepakat untuk berbuat bohong atau dusta. Hal ini disebabkan jumlah mereka yang banyak, jujur serta berbeda-bedanya keadaan serta lingkungan mereka.Dari kelompok ini, kemudian sampai juga kepada kelompok yang lain, yang sepadan dan setingkat keadaannya dengan kelompok yang terdahulu, dan kemudian sampailah kepada kita.Mereka, kelompok perawi ini diketahui menurut kebiasaannya, tidak mungkin bersepakat untuk melakukan kedustaan, mereka jujur dan terpercaya.
2)   Sunnah Ahad adalah sunnah yang diriwayatkan oleh oleh satu atau dua orang atau kelompok yang keadaannya tidak sampai pada tingkatan tawatir. Dari seorang perawi ini diriwayatkan oleh seorang perawi yang seperti dia dan sampai kepada kita dengan sanad tingkat-tingkatannya ahad, bukan merupakan kelompok yang tingkatannya itu mutawatir. Hadits-hadits yang demikian biasanya disebut juga dengan khabarul wahid.[10]

3. Pertanyaan
1. Jelaskan bagaimana Islam menerangkan hubungan Hablum minallah wa Hablum Minannas! (Setitik minarnik : 1710610070)
2. Sebutkan pembagian Sunnah mutawattir dan Sunnah ahad! (Adam Yunus Al Hilal : 1710610069)
3. Bercakar yang halal dan yang haram itu bagaimana perbedaannya? (Winda Khairun Nisa' : 1710610073)

            Jawaban :
1. Islam menerapkan hubungan Hablum minallah wa Hablum Minannas dengan seimbang, artinya kita hidup itu wajib Hablum minallah, tapi tidak akan lepas dari Hablum Minannas. Kalau dikaitkan dengan isi kandungan Al-Qur’an, bahwa disitu terdapat pembahasan mengenai Tauhid, Aqidah itu artinya semua perilaku yang berkaitan dengan Hablum minallah. Ketika pembahasan itu mengenai Mu’amalah berarti berkaitan dengan Hablum Minannas.
2. Sunnah Mutawattir dibagi menjadi 2 :
a. Sunnah Mutawattir Lafdzi : hadits yang para perawinya menyusun redaksi dengan lafadz dan isi yang sama.
b. Sunnah Mutawattir Ma'nawiy : hadits yang para perawinya berbeda-beda dalam menyusun redaksi hadits, tapi isinya sama.
Sunnah Ahad dibagi menjadi 3 :
a. Sunnah Masyur : terdiri dari 3 periwayat.
b. Sunnah 'Aziz      : terdiri dari 2 periwayat.
c. Sunnah Gharib.  : terdiri dari 1 periwayat.
3. Haram memakan hewan yang bercakar dan bertaring. Bercakar yang dimaksud disini adalah berkuku tajam, yang biasa digunakan untuk mencakar mangsa. Kalau ayam itu halal dimakan karena cakar ayam tidak digunakan untuk mencakar mangsanya.
BAB 3
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Sumber atau dalil hukim islam adalah  sesuatu yang darinya di gali berbagai hukum, baik perbuatan manusia maupun benda-benda yang akan di pakai manusia dalam kehidupannya. Sumber hukum islam ada 4, yaitu  Alqur’an, as-sunnah, ijma’, dan qiyas.
Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril sebagai pedoman hidup umat Islam yang ketika dibaca dinilai sebagI ibadah. Al-Qur’an sebagai sumber hukum pokok agama Islam. Al-Qur’an berisi tauhid, ibadah, janji dan ancaman, riwayat dan cerita, dan ketentuan dan aturan-aturan.
As sunnah menurut ulama ushul fiqih ialah segala yang diberitakan dari Nabi SAW, baik berupa perbuatan, perkataan ataupun pengakuan (taqrir). Asaunnah sebagai sumber hukum islam kedua setelah Al-Qur’an. Sunnah berdasarkan sanadnya dibagi 2, yaitu sunnah mutawatir dan sunnah ahad. Sunnah Mutawattir dibagi menjadi dua, yaitu Sunnah Mutawattir Lafdzi dan Sunnah Mutawattir Ma'nawiy. Sedangkan Sunnah Ahad dibagi menjadi tiga, yaitu sunnah Masyur, sunnah 'aziz dan Sunnah gharib. Sebagai penguat hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an, penjelas apa yang telah digariskan dalam Al-Qur’an, dan menetapkan hukum yang belum diatur dalam Al-Qur’an.

DAFTAR PUSTAKA
Umar,Muin dkk. 1986. Ushul Fiqih: Jakarta.
Sugeng, Mas. 2014.Sumber Hukum Islam. online at : http://makalah-pedia.blogspot.com/2014/10/makalah-al-quran-dan-as-sunnah-sebagai.html?m=1. Diakses pada : 27 Februari 2018 pukul 20.03 WIB.
Mahrus, Abdullah Kafabini. 2014.Lubb Al-Ushul Kajian dan Intisari Dua Ushul:  Kediri.
Barkatullah, Abdul Halim dan Teguh Prasetyo. 2006.Hukum Islam: Yogyakarta.


[1]Muin Umar dkk., Ushul Fiqih, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1986),  hlm. 62.
[2]Ibid.
[3]Mas Sugeng, Sumber Hukum Islam, online at : http://makalahpedia.blogspot.com/2014/10/makalah-al-quran-dan-as-sunnahsebagai.html?m=1.
[4]Ibid.
[5]Abdullah Kafabini Mahrus, Lubb Al-Ushul Kajian dan Intisari Dua Ushul, (Kediri: Santri Salaf Press, 2014), hlm. 82.
[6] Darul Azka, Lubb al-Ushul Kajian dan Intisari Dua Ushul,  (Kediri, Santri Salaf Press, 2014), hlm.    83.
[7]Abdul Halim Barkatullah dan Teguh Prasetyo, Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 10.
[8]Mas Sugeng, Sumber Hukum Islam, online at : http://makalah-pedia.blogspot.com/2014/10/makalah-al-quran-dan-as-sunnah-sebagai.html?m=1.
[9]Op.Cit., 12.
[10]Muin Umar dkk, Ushul Fiqih, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1986),  hlm.93.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAFAL YANG DITINJAU DARI SEGI KEJELASANNYA DAN CAKUPANNYA

STUDI ISLAM KAWASAN

METODE IJTIHAD: IJMA’ DAN QIYAS