AL-QUR’AN DAN ASSUNNAH
AL-QUR’AN DAN ASSUNNAH
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ushul Fiqh II
Dosen Pengampu : Masturi Lc.. M.Pd.
Disusun Oleh :
KELOMPOK 2
1. Nastiti
Rakasiwi (1710610044)
2. Nur
Indah Sari (1710610045)
3. Moh.
Adib Zaki Iqbal (1710610046)
4. M.
Danial Magfuro (1710610047)
PROGAM
STUDI TADRIS MATEMATIKA
JURUSAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN AKADEMIK 2018
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.
Al-Qur’an
adalah kitab suci ummat Islam yang diwahyukan Allah kepada Muhammad melalui
perantaraan Malaikat Jibril. Secara harfiah Qur’an berarti bacaan. Namun walau
terdengar merujuk ke sebuah buku/kitab, ummat Islam merujuk Al-Qur’an sendiri
lebih pada kata-kata atau kalimat di dalamnya, bukan pada bentuk fisiknya
sebagai hasil cetakan.
Umat
Islam percaya bahwa Al-Qur’an disampaikan kepada Muhammad melalui malaikat
Jibril. Penurunannya sendiri terjadi secara bertahap antara tahun 610 hingga
hingga wafatnya beliau 632 M. Walau Al-Qur’an lebih banyak ditransfer melalui
hafalan, namun sebagai tambahan banyak pengikut Islam pada masa itu yang
menuliskannya pada tulang, batu-batu dan dedaunan.
Umat
Islam percaya bahwa Al-Qur’an yang ada saat ini persis sama dengan yang
disampaikan kepada Muhammad, kemudian disampaikan lagi kepada pengikutnya, yang
kemudian menghapalkan dan menulis isi Al Qur’an tersebut. Secara umum para
ulama menyepakati bahwa versi Al-Qur’an yang ada saat ini, pertama kali
dikompilasi pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan (khalifah Islam ke-3) yang
berkisar antara 650 hingga 656 M. Utsman bin Affan kemudian mengirimkan
duplikat dari versi kompilasi ini ke seluruh penjuru kekuasaan Islam pada masa
itu dan memerintahkan agar semua versi selain itu dimusnahkan untuk
keseragaman.
Al-Qur’an
memiliki 114 surah , dan 6.236 ayat
(terdapat perbedaan tergantung cara menghitung). Hampir semua Muslim menghafal
setidaknya beberapa bagian dari keseluruhan Al-Qur’an, mereka yang menghafal
keseluruhan Al-Qur’an dikenal sebagai hafiz (jamak:huffaz). Pencapaian ini
bukanlah sesuatu yang jarang, dipercayai bahwa saat ini terdapat jutaan
penghapal Al-Qur’an diseluruh dunia. Di Indonesia ada lomba Musabaqah Tilawatil
Qur’an yaitu lomba membaca Al-Qur’an dengan tartil atau baik dan benar. Yang
membacakan disebut Qari (pria) atau Qariah (wanita).
Muslim
juga percaya bahwa Al-Qur’an hanya berbahasa Arab. Hasil terjemahan dari
Al-Qur’an ke berbagai bahasa tidak merupakan Al-Qur’an itu sendiri. Oleh karena
itu terjemahan hanya memiliki kedudukan sebagai komentar terhadap Al-Qur’an
ataupun hasil usaha mencari makna Al-Qur’an, tetapi bukan Al-Qur’an itu
sendiri.
Hadits
(bahasa Arab: الحديث, ejaan KBBI: Hadis) adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi
Muhammad. Hadits sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan
kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur’an. Hadits secara harfiah
berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam istilah hadits
berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi
Muhammad. Namun pada saat ini kata hadits mengalami perluasan makna, sehingga
disinonimkan dengan sunnah, maka bisa berarti segala perkataan (sabda),
perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan
ketetapan ataupun hukum. Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata infinitif,
maka kata tersebut adalah kata benda.
B. Rumusan
Masalah.
1. Bagaimana pengertian Sumber Hukum Islam Al-Qur’an dan kedudukannya?
2. Apa
saja pokok-pokok isi kandungan Al-Qur’an?
3. Apa
saja hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an?
4. Bagaimana
pengertian dan kedudukann
Assunah?
5. Apa
saja fungsi Assunnah jika dihubungkan dengan Al-Qur’an dari segi hukum-hukum
yang di dalamnya?
6.
Apa saja pembagian sunnah menurut sanad?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
pengertian Sumber Hukum Islam Al-Qur’an dan kedudukannya.
2. Mengetahui
pokok-pokok isi kandungan Al-Qur’an.
3. Mengetahui
hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an.
4. Mengetahui
pengertian dan
kedudukan
Assunnah
5. Apa
saja fungsi Assunnah jika dihubungkan dengan Al-Qur’an dari segi hukum-hukum
yang di dalamnya?
6. Apa
saja pembagian sunnah menurut sanad?
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
Sumber
atau Dalil Hukum Islam
Kata
dalil berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata al adillah yang berarti
petunjuk kepada sesuatu.[1]
Menurut istilah, dalil adalah sesuatu yang dapat menyampaikan dengan pandangan
yang benar dan tepat kepada hukum syar'i dan amali.[2]
Dalil berfungsi untuk mengatur bagaimana melaksanakan amalan dengan cara tepat
dan benar. Jadi, sumber atau dalil hukum islam adalah sesuatu yang darinya di gali berbagai hukum,
baik perbuatan manusia maupun benda-benda yang akan di pakai manusia dalam
kehidupannya.[3]
Dalil dapat berupa wahyu
yaitu Al-Qur'an maupun bukan wahyu yaitu As-Sunnah.As-Sunnah yang merupakan
pendapat para mujtahidin disebut Al-Ijma', sedangkan As-Sunnah yang merupakan
kesesuaian sesuatu dengan yang lainnya karena bersekutunya dengan 'illat
disebut Al-Qiyas.
1.
Al-Quran
a.
Pengertian
Al-Qur'an
Al-Quran
berasal dari bahasa arab yaitu dari kataقرء yang
artinya bacaan.[4] Menurut kalangan pakar ushul, Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad
melalui malaikat Jibril sebagai pedoman hidup umat Islam yang ketika dibaca
dinilai sebagI ibadah. Al-Qur'an terdiri dari 30 juzz, 114 surat, dan 6666
ayat. Menurut ahli kalam, Al-Qur'an merupakan salah satu hujjah atau salah satu
dari lima sumber hukum islam.[5] Al-Qur'an tidak mengalami pergantian atau perubahan.
Hal ini dijamin oleh Allah dengan firman-Nya :
قرانا عربيا غيرذي عوج لعلهم يتقون
Artinya : Ialah Al-Qur'andalambahasaArabyang tidak ada
kebengkokan supaya mereka bertaqwa. (Q.S. Az-Zumar : 28).
b. Kedudukan Al-Qur'an
Ayat-ayat Al-Qur'an yang membicarakan hukum sifatnya umum,
tidak membicarakan hal-hal yang kecil. Al-Qur'an merupakan sumber utama,
pertama, dan sumber pokok bagi hukum islam karena sudah melingkupi semua
persoalan yang berkaitan dengan dunia dan akhirat.
Pokok-pokok isi kandungan Al-Qur’an:
1) Masalah tauhid,
termasuk di dalamnya segala kepercayaan terhadap yang ghaib. Manusia diajak
kepada kepercayaan yang benar yaitu mentauhidkan Allah.
2) Ibadah, yaitu
kegiatan-kegiatan dan perbuatan yang mewujudkan dan menghidupkan di dalam hati
dan jiwa.
3) Janji dan ancaman,
yaitu janji dengan balasan yang baik atau pahala bagi mereka yang berbuat baik,
dan ancaman yaitu siksa bagi mereka yang berbuat kejelekan. Janji akan
memperoleh kemuliaan baik di dunia maupun di akhirat dan ancaman akan
kesengsaraan baik di dunia maupun di akhirat. Janji dan ancaman di akhirat
berupa surga dan neraka.
4) Ketentuan dan
aturan-aturan untuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat agar mencapai
keriddlaan Allah.
5) Riwayat dan cerita,
yaitu sejarah orang-orang terdahulu, baik itu sejarah bangsa-bangsa,
tokoh-tokoh maupun nabi-nabi utusan Allah.
Dalam
Al-Quran terdapat hal-hal yang perlu diketahui yakni:
1) Basmalah Termasuk
Al-Quran
Ulama sepakat bahwa Basmalah merupakan bagian dari
Al-Quran, seperti yang disebutkan dalam surah An-Naml ayat 30 yang artinya “Sesungguhnya
surat itu, dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”[6] Sebaliknya, ulama juga menyepakati bahwa Basmallah
bukan bagian dari Al-Quran pada permulaan surat At-Taubah, karena surat
tersebut diturunkan dalam konteks peperangan, dimana substansinya tidak serasi
dengan Basmalah yang memiliki substansi rahmat dan kasih sayang.
2) Bacaan Syadz Bukan
Termasuk Al-Quran
Bacaan Syadz yaitu bacaan yang diriwayatkan perorangan
dan tidak mencapai kualifikasi qira’ah shahihah atau bacaan yang benar,
seperti lafadz ايما نهما
yang terdapat dalam rangkaian ayat
والسارق والسارقة فاقطعوا ايمانهما
Diperselisihkan, apakah bacaan tersebut termasuk
Al-Quran karena tidak diriwayatkan
secara mutawatir atau yang selevel dengan mutawatir. Padahal Al-Quran dalam
posisi I’jaz nya, dimana manusia tidak mungkin menirunya meskipun hanya
surat terpendek, menuntut eksistensinya ternukil secara mutawatir. Pendapat
kedua, ayat tersebut termasuk bagian Al-Quran karena menganggap
kemutawatirannya telah terjadi di kurun pertama, sebab keadilan perawinya,
dimana hal tersebut sudah mencukupi. Menurut Abd. Wahab Khallaf hukum-hukum
yang ada dalam Al-Qur'an pada garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga macam:
1) Hukum-hukum yang
bertalian dengan keyakinan yang menjadi kewajiban bagi orang yang mukhallaf
meyakininya seperti yang bertalian dengan Allah, Malaikat, Kitab Allah, Rasul,
Hari Akhir, dan qada qadar.
2) Hukum-hukum yang
bertalian dengan akhlak, ialah yang menjadi kewajiban bagi setiap mukhallaf
untuk berakhlak mulia.
3) Hukum-hukum yang
bertalian dengan apa saja yang diperbuat atau dikatakan oleh setiap mukhallaf
dalam pergaulan hidupnya, baik yang menyangkut hubungan lahiriah antara manusia
dengan Tuhannya, dengan sesama manusia, dengan sesama alam sekitar.
Menurut Abd. Wahab, hukum-hukum yang berhubungan
dengan pergaulan hidup manusia, di dalam Al-Qur'an ada dua macam:
1) Hukum-hukum ibadah
yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah. Hukum-hukum ini
bersifat tetap dan tidak boleh berubah.
2) Hukum-hukum muamalah
yaitu hukum yang mengatur pergaulan hidup manusia dengan sesamanya. Hukum
muamalah dapat berubah sesuai dengan kemaslahatan yang terjadi di masyarakat.
Dalam membina hukum, Al-Qur'an berpedoman kepada tiga
hal, yaitu:
1) Tidak memberatkan
umatnya, oleh karena itu hukum tidak membebankan di luar kemampuan manusia.
Tidak memperbanyak tuntutan, oleh karena itu jumlah
ayat-ayat Al-Qur'an yang mengandunv hukum kurang lebih hanya 200 ayat.
2) Berangsur-angsur
dalam menetapkan hukum.
Al-Qur'an turun kepada Nabi Muhammad dalam bahasa Arab
sebagai wahyu, dan kalimatnya pun dari Allah, oleh sebab itu, membaca Al-Qur'an
termasuk ibadah. Hal ini berbeda dengan hadits, sebab lafal dan kalimatnya dari
Nabi Muhammad sendiri.
c. Segi-segi kemukjizatan Al-Qur'an
Kemukjizatan tidak hanya dari segi-segi lafadznya
saja, tetapi juga makna dan isinya.Dikemukakan misalnya tentang rahasia-rahasia
alam, hingga kini belum juga terungkap.Susunan bahasanya yang indah, dan tepat
dibaca dalam segala keadaan, hingga kini tidak ada sesuatu yang dapat
menyamainya dan menandinginya. Hal ini
dapat dirasakan mereka yang memahami bahasa rab , kesesuaian Al-Qur'an dengan
ilmu pengetahuan.
2.
As
Sunnah
a.
Pengertian
as sunnah
As
sunnah menurut bahasa adalah jalan yang terpuji. Menurut ulama ushul fiqih
ialah segala yang diberitakan dari Nabi SAW, baik berupa perbuatan, perkataan
ataupun pengakuan (taqrir). Sedangkan sunnah menurut istilah ulama fiqih adalah
sifat hukum bagi perbuatan yang dituntut memperbuatnya dalam bentuk tuntutan
yang tidak pasti dengan pengertian diberi pahala orang yang melakukannya dan
tidak berdosa bagi yang meninggalkannya.
Sunnah
menurut pengertian ahli ushul dari segi materinya terbagi menjadi 3 macam :
1)
Sunnah
Qauliyyah yaitu ucapan Nabi yang didengar oleh sahabat dan disampaikannya
kepada orang lain. Contoh sahabat berkata: Nabi Muhammad saw. bersabda:
"siapa yang tidak shalat karena tertidur atau lupa hendaklah ia
mengerjakan shalat itu ketika ia telah ingat".
2)
Sunnah
Fi'liyyah yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad yang dilihat atau
diketahui oleh sahabat kemudian
disampaikan orang lain dengan ucapannya. Umpamanya sahabat berkata: ''saya
melihat Nabi Muhammad saw, melakukan shalat sunnah dua rakaat sesudah shalat
zuhur.
3)
Sunnah
Taqririyah yaitu tidakan sahabat yang dilakukan di hadapan atau sepengetahuan
Nabi, tetapi tidak ditanggapi atau tidak dicegah oleh Nabi. Diamnya nabi
tersebut disampaikan sahabat dengan ucapannya.Umpamanya seseorang sahabat
memakan daging dhan di hadapan Nabi. Nabi mengetahui apa yang dimakan sahabat
tersebut tetapi Nabi tidak melarangnya. Kisah tersebut disampaikan sahabat yang
mengetahuinya dengan ucapan: "Saya melihat seseorang sahabat memakan
daging sapi dhab di dekat Nabi, Nabi mengetahui tetapi Nabi tidak
melarang".
Dalam
semua bentuk sunnah di atas, Nabi saw, tidak berbuat dengan keinginan sendiri
tetapi berdasarkan Wahyu yang diwahyukan kepadanya. Tetapi yang bertalian
dengan perbuatan sehari-hari yang merupakan perbuatan kebiasaan seperti makan,
minum, tidur, tidaklah terhitung sunnah, terkecuali dari segi caranya saja.
Perbuatan yang seperti ini adalah perbuatan manusia biasa yang tidak mengikat
kaum muslimin untuk menurutinya, hanya dianjurkan mengikutinya, karena beliau
adalah orang yang lebih utama dicontoh.[7]
b.
Kedudukan sunnah
Hadits atau as-Sunnah
merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Kehujjahan hadits
sebagai sumber hukum islam di Akui Oleh Al-Qur’an (Allah ). Allah SWT berfirman
:
“dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran)
menurut kemauan hawa nafsunya. ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya).” ( QS An-Najm; 3-4 )
apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah.
dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah....( Q.S. Al-Hasyr [59]; 7.[8]
c.
Fungsi
as sunnah
Adapun fungsi sunnah
jika dihubungkan kepada al-Qur'an dari segi hukum-hukum yang terkandung dalam
keduanya, ulama ushul membaginya kepada tiga macam, yaitu:
1)
Sunnah
sebagai penguat hukum yang telah ditetapkan oleh Al-Qur'an, seperti perintah
mendirikan shalat, puasa, zakat, dan haji.
2)
Sunnah
sebagai penjelas dan merinci apa yang telah digariskan dalam al-qur'an. Fungsi
ini merupakan fungsi yang paling dominan. Misalnya hadis-hadis yang berhubungan
dengan tata cara shalat, zakat, puasa dan haji. Praktik Rasulullah saw
merupakan penjabaran lebih lanjut dari ayat-ayat al-Qur'an yang bersifat mujmal
(umum).
3)
Sunnah
menetapkan hukum yang belum diatur di dalam al-Qur'an. Misalnya, haram kawin
dengan mengumpukan seorang wanita dengan saudara ayah atau saudara ibunya,
haram memakan binatang yang bercakar dan bertaring, haram memakai sutera dan
emas bagi laki-laki dan halal memakan binatang dhab dan mengharamkan keledai
piaraan.
Demikian
pada pokoknya para ahli hukum islam berpendapat sunnah itu adalah Sumber hukum
Islam yang kedua, karena sunnah juga adalah Wahyu, dan kedudukannya baik
sebagai penguat atau penjelas al-Qur'an dan hanya sedikit yang berbicara
tentang hukum baru. [9]
d.
Pembagian
sunnah
Pembagian
sunnah menurut jumlah perawinya ada dua macam:
1)
Mutawatir
adalah sunnah yang diriwayatkan dari Rasulullah saw oleh sekelompok perawi yang
menurut kebiasaanya perawi ini tidak mungkin bersepakat untuk berbuat bohong
atau dusta. Hal ini disebabkan jumlah mereka yang banyak, jujur serta
berbeda-bedanya keadaan serta lingkungan mereka.Dari kelompok ini, kemudian sampai
juga kepada kelompok yang lain, yang sepadan dan setingkat keadaannya dengan
kelompok yang terdahulu, dan kemudian sampailah kepada kita.Mereka, kelompok
perawi ini diketahui menurut kebiasaannya, tidak mungkin bersepakat untuk
melakukan kedustaan, mereka jujur dan terpercaya.
2)
Sunnah Ahad adalah sunnah yang
diriwayatkan oleh oleh satu atau dua orang atau kelompok yang keadaannya tidak
sampai pada tingkatan tawatir. Dari seorang perawi ini diriwayatkan oleh
seorang perawi yang seperti dia dan sampai kepada kita dengan sanad
tingkat-tingkatannya ahad, bukan merupakan kelompok yang tingkatannya itu
mutawatir. Hadits-hadits yang demikian biasanya disebut juga dengan khabarul
wahid.[10]
1. Jelaskan bagaimana Islam menerangkan hubungan
Hablum minallah wa Hablum Minannas! (Setitik minarnik : 1710610070)
2. Sebutkan pembagian Sunnah mutawattir dan Sunnah
ahad! (Adam Yunus Al Hilal : 1710610069)
3. Bercakar yang halal dan yang haram itu bagaimana
perbedaannya? (Winda Khairun Nisa' : 1710610073)
Jawaban :
1.
Islam menerapkan hubungan Hablum
minallah wa Hablum Minannas dengan seimbang, artinya kita hidup itu wajib
Hablum minallah, tapi tidak akan lepas dari Hablum Minannas. Kalau dikaitkan
dengan isi kandungan Al-Qur’an, bahwa disitu terdapat pembahasan mengenai
Tauhid, Aqidah itu artinya semua perilaku yang berkaitan dengan Hablum
minallah. Ketika pembahasan itu mengenai Mu’amalah berarti berkaitan dengan Hablum
Minannas.
2. Sunnah Mutawattir dibagi menjadi 2 :
a.
Sunnah Mutawattir Lafdzi : hadits yang para perawinya menyusun redaksi dengan
lafadz dan isi yang sama.
b.
Sunnah Mutawattir Ma'nawiy : hadits yang para perawinya berbeda-beda dalam
menyusun redaksi hadits, tapi isinya sama.
Sunnah
Ahad dibagi menjadi 3 :
a. Sunnah Masyur : terdiri dari 3 periwayat.
b.
Sunnah 'Aziz : terdiri dari 2
periwayat.
c.
Sunnah Gharib. : terdiri dari 1
periwayat.
3.
Haram memakan hewan yang bercakar dan bertaring. Bercakar yang dimaksud disini
adalah berkuku tajam, yang biasa digunakan untuk mencakar mangsa. Kalau ayam
itu halal dimakan karena cakar ayam tidak digunakan untuk mencakar mangsanya.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sumber atau dalil hukim
islam adalah sesuatu yang darinya di
gali berbagai hukum, baik perbuatan manusia maupun benda-benda yang akan di pakai
manusia dalam kehidupannya. Sumber hukum islam ada 4, yaitu Alqur’an, as-sunnah, ijma’, dan qiyas.
Al-Qur'an adalah wahyu
Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril sebagai
pedoman hidup umat Islam yang ketika dibaca dinilai sebagI ibadah. Al-Qur’an
sebagai sumber hukum pokok agama Islam. Al-Qur’an berisi tauhid, ibadah, janji
dan ancaman, riwayat dan cerita, dan ketentuan dan aturan-aturan.
As
sunnah menurut ulama ushul fiqih ialah segala yang diberitakan dari Nabi SAW,
baik berupa perbuatan, perkataan ataupun pengakuan (taqrir). Asaunnah sebagai
sumber hukum islam kedua setelah Al-Qur’an. Sunnah berdasarkan sanadnya dibagi
2, yaitu sunnah mutawatir dan sunnah ahad. Sunnah Mutawattir dibagi menjadi
dua, yaitu Sunnah Mutawattir Lafdzi dan Sunnah Mutawattir Ma'nawiy. Sedangkan
Sunnah Ahad dibagi menjadi tiga, yaitu sunnah Masyur, sunnah 'aziz dan Sunnah
gharib. Sebagai penguat hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an, penjelas
apa yang telah digariskan dalam Al-Qur’an, dan menetapkan hukum yang belum
diatur dalam Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Umar,Muin dkk. 1986. Ushul
Fiqih: Jakarta.
Sugeng,
Mas. 2014.Sumber Hukum Islam. online
at : http://makalah-pedia.blogspot.com/2014/10/makalah-al-quran-dan-as-sunnah-sebagai.html?m=1. Diakses pada : 27 Februari 2018 pukul 20.03 WIB.
Mahrus, Abdullah Kafabini. 2014.Lubb Al-Ushul Kajian dan Intisari Dua Ushul: Kediri.
Barkatullah, Abdul Halim dan Teguh Prasetyo. 2006.Hukum Islam: Yogyakarta.
[1]Muin Umar
dkk., Ushul Fiqih, (Jakarta:
Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1986), hlm. 62.
[2]Ibid.
[3]Mas Sugeng, Sumber Hukum Islam, online at : http://makalahpedia.blogspot.com/2014/10/makalah-al-quran-dan-as-sunnahsebagai.html?m=1.
[4]Ibid.
[5]Abdullah
Kafabini Mahrus, Lubb Al-Ushul Kajian dan
Intisari Dua Ushul, (Kediri: Santri Salaf Press, 2014), hlm. 82.
[6] Darul Azka, Lubb al-Ushul Kajian dan Intisari Dua Ushul, (Kediri, Santri Salaf Press, 2014), hlm. 83.
[7]Abdul Halim
Barkatullah dan Teguh Prasetyo, Hukum
Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 10.
[8]Mas Sugeng, Sumber Hukum Islam, online at :
http://makalah-pedia.blogspot.com/2014/10/makalah-al-quran-dan-as-sunnah-sebagai.html?m=1.
[9]Op.Cit., 12.
[10]Muin Umar
dkk, Ushul Fiqih, (Jakarta:
Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1986), hlm.93.
Komentar
Posting Komentar