Eksistensi Bahasa Indonesia di era Globalisasi


Bahasa Indonesia Sebagai Identitas Bangsa
Oleh: Zuly Mar’atul Luthfiyah
            Akhir-akhir ini, budaya Indonesia di era globalisasi mulai mengalami perubahan. Hal itu pun berlaku pula pada bahasa Indonesia.  Globalisasi sendiri  meliputi seluruh proses yang menyatukan penduduk dunia menjadi masyarakat dunia yang tunggal tanpa dibatasi oleh suatu wilayah tertentu. Istilah Globalisasi ini mulai muncul sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Semua aspek kehidupan seakan dipaksa untuk mengikuti standar yang bersifat global, mulai dari produk barang dan jasa sampai gaya hidup (life style) keseharian.
            Globalisasi memberikan dampak yang begitu besar terhadap transformasi nilai-nilai yang ada di masyarakat. Khususnya terhadap eksistensi bahasa Indonesia. Pertemuan antarbudaya itu tidak selalu berlangsung sebagai proses dua arah yang berimbang, tetapi dapat juga sebagai proses dominasi budaya yang satu terhadap lainnya. Misalnya pengaruh budaya Barat lebih kuat terhadap budaya di negara Timur. Saat ini, di Indonesia dapat kita saksikan begitu besar pengaruh globalisasi terhadap nilai-nilai kebudayaan yang di anut masyarakat terutama bahasa indonesia, baik masyarakat perkotaan maupun pedesaan. Akibatnya, segala informasi baik yang bernilai positif maupun negatif, dapat dengan mudah di akses oleh masyarakat.
            Jati diri bahasa Indonesia memperlihatkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang sederhana. Pengucapan kata dan tata bahasanya mudah dipelajari dan tentu tidak rumit. Kesederhanaan dan ketidakrumitan inilah yang mempermudah bangsa asing ketika mempelajari bahasa Indonesia. Setiap bangsa asing yang mempelajari bahasa Indonesia dapat menguasai dalam waktu yang cukup singkat. Berbeda dengan bahasa lain, pola penulisan  dan cara pengucapan Bahasa Indonesia itu sama. Bahasa Indonesia telah membuktikan diri dapat dipergunakan untuk menyampaikan pikiran-pikiran yang rumit dalam ilmu pengetahuan dengan jernih, jelas, teratur, dan tepat. Bahasa Indonesia menjadi ciri budaya bangsa Indonesia yang dapat diandalkan di tengah-tengah pergaulan antarbangsa pada era globalisasi ini. Bahkan, bahasa Indonesia pun saat ini menjadi bahan pembelajaran di negara-negara asing seperti Australia, Belanda, Jepang, Amerika Serikat, Inggris, Cina, dan Korea Selatan.
            Bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi, dituntut untuk luwes dan terbuka terhadap pengaruh asing. Hal ini cukup beralasan, sebab kondisi zaman yang semakin kosmopolit dalam satu pusaran global hendaknya bahasa Indonesia harus mampu menjadi peran interaksi yang praktis dalam berkomunikasi. Ketika menggunakan media bahasa Indonesia harus bisa menciptakan suasana interaktif dan kondusif, sehingga mudah dipahami dan terhindar dari kemungkinan salah tafsir.
            Kedudukannya sebagai bahasa resmi, mewajibkannya harus tetap mampu menunjukkan jati dirinya sebagai milik bangsa yang beradab dan berbudaya di tengah-tengah pergaulan antarbangsa di dunia. Hal ini sangat penting disadari, sebab modernisasi yang demikian gencar merasuki sendi-sendi kehidupan bangsa dikhawatirkan akan meruntuhkan jati diri bangsa yang selama ini sudah dibangun apalagi sudah dibanggakan dan kita agung-agungkan seperti halnya rayap menghancurkan kayu secara perlahan. Dengan kata lain, bahasa Indonesia sebagai bagian jati diri bangsa harus tetap menampakkan kewibawaan dan wujud hakikinya di tengah-tengah kuatnya arus modernisasi.
            Bahasa Indonesia dituntut untuk mampu menjadi bahasa pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) seiring dengan pesatnya laju perkembangan industri dan Iptek. Perkembangan teknologi terutama teknologi internet mendominasi seluruh kehidupan dipenjuru dunia saat ini. Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda, internet sudah menjadi santapan mereka sehari-hari. Jika digunakan secara semestinya tentu akan memperoleh manfaat yang berguna. Namun globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Mau jadi apa negeri ini jika semua rakyatnya terpengaruh perkembangan IPTEK yang fleksibel?  Moral generasi bangsa menjadi rusak, hubungannya dengan nilai jati diri akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri terutama dalam berbahasa. Tanpa disadari, dari sekian juta orang yang menggunakan media sosial per harinya, banyak dari mereka yang menyalahgunakannya untuk hal-hal yang buruk seperti menipu, dan memaki orang lain yang jelas-jelas merusak citra dalam beretika dan berbahasa.   Marilah kita mengembalikan jati diri bangsa Indonesia, terima globalisasi dengan rasa kritis dan kreatif. Rasa kritis yang mengolah segala hal  bukan secara mentah-mentah. Rasa kreatif yang mengolah informasi atau hal apapun menjadi suatu yang menguntungkan negara dan menjunjung tinggi bahasa persatuan.
            Fakta di lapangan menunjukkan bahwasannya perhatian dan kepedulian kita dalam menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, secara nyata harus diakui belum sesuai harapan. Keluhan tentang rendahnya mutu pemakaian bahasa Indonesia sudah lama terdengar. Ironisnya, keadaan ini tak memberikan motivasi dan kemauan untuk mempergunakan dan meningkatkan mutu dari bahasa Indonesia. Tidak sedikit dari kita mendengar bahasa para pejabat yang rancu dan payah kosakatanya sehingga menimbulkan kesalahpahaman dalam penafsiran. Tidak jarang kita mendengar tokoh-tokoh publik yang begitu mudah melakukan manipulasi bahasa. Yang lebih mencemaskan, kita masih terlalu mengagungkan nilai-nilai modern sehingga merasa lebih terhormat dan terpelajar jika dalam bertutur menyelipkan setumpuk istilah asing yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.  Kalangan yang dianggap “elit” oleh masyarakat seharusnya menjadi panutan bagi kalangan dibawahnya.
Lazimnya, kita menyebut orang kedua tunggal di Indonesia dengan Bapak, Ibu, Saudara, atau Anda dibandingkan dengan kau atau kamu sebagai pertimbangan rasa hormat dan kesopanan. Sekarang ada kecenderungan di kalangan anak muda yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti penyebutan kata gue (saya) dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar anak muda mengunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur bahasa inggris seperti OK, No problem atau Yes, bahkan kata-kata makian (umpatan) sekalipun yang sering kita dengar ketika menonton film-film barat, tanpa sadar sering kita ucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, bukan hanya anak muda namun orang dewasa juga lebih sering menempel ungkapan “No Smoking” daripada “Dilarang Merokok”, “Stop” untuk “berhenti”, “Open House” untuk penerimaan tamu di rumah pada saat lebaran, dan masih banyak contoh lain. Selain bahasa Inggris, bahasa lainnya juga seperti bahasa Korea maupun Jepang menjadi momok perhatian masyarakat sekarang. Anak-anak muda yang fanatik dengan anime dari Jepang atau mungkin drama korea atau biasa kita sebut drakor mulai menggunakan bahasa asing sebagai keseharian bermasyarakat. Misalnya, yang paling mudah dihafal seperti kata oppa sebagai pangilan kakak laki-laki dalam bahasa Korea dan kata hai untuk menjawab ya atau iye untuk jawaban tidak dalam bahasa Jepang. Bahkan ketika seseorang menyatakan cintanya, juga menggunakan berbagai bahasa jadi satu rangkaian kalimat, seperti Saranghae...Aishiteru...Wo Ai Ni...I love you. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan bahasa asing lebih memiliki nilai.
            Bahasa Indonesia yang baik dan benar juga mulai tersisihkan dengan adanya bahasa gaul. Bahasa yang tiba-tiba muncul tanpa adanya pemahaman yang jelas juga mulai dianggap sebagai bahasa keseharian. Hal itu menunjukkan penyalahgunaan bahasa yang seharusnya sopan dan lebih dihormati seperti bahasa Indonesia menjadi menurun. Penggunaan bahasa gaul yang semakin banyak dikalangan remaja membuat eksistensi bahasa Indonesia menjadi menurun, apalagi remaja sekarang merupakan tonggak pembentuk bangsa dimasa mendatang. Oleh karena itu, pengaruh bahasa gaul terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di kalangan remaja harus mendapat perhatian.        Sebagai masyarakat modern, perlu adanya pergerakan dari semua pihak yang peduli terhadap eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan. Sementara tolok ukur penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar disesuaikan dengan  parameter situasi perkembangan jaman.  Haruskah bahasa Indonesia tersingkirkan sebagai tuan rumah negeri kita sendiri? Tidak boleh, karena apa? Negara lain saja banyak yang belajar bahasa Indonesia, sampai ada yang dijadikan mata kuliah disuatu perguruan tinggi luar negeri. Contoh, orang yang fasih dalam bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional saja mau berusaha belajar bahasa Indonesia. Tak malukah kita sebagai pemilik asli tidak mencintai bahasa kita sendiri? Tak banggakah kita menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar?
            Dalam mengatasi proses terkikisnya penggunaan bahasa Indonesia ada tiga hal yang perlu dilakukan.  Pertama, menjadikan lembaga pendidikan sebagai basis pembinaan bahasa. Bahasa jelas akan terbina dengan baik apabila sejak dini anak-anak bangsa yang kini tengah gencar menuntut ilmu dilembaga pendidikan dilatih dan dibina secara serius dan intensif. Kedua, menciptakan suasana lingkungan yang kondusif yang mampu merangsang anak untuk berbahasa dengan baik dan benar. Media televisi yang demikian akrab dengan dunia anak harus mampu memberikan contoh penggunaan bahasa Indonesia yang baik, bukannya malah melakukan “perusakan” bahasa melalui ejaan, kosakata, maupu sintaksis seperti yang banyak kita saksikan selama ini. Demikian juga fasilitas publik lain yang akrab dengan dunia anak, harus mampu menjadi media alternatif dengan memberikan telada berbahasa yang benar setelah para orang tua gagal menjadi “patron” dan anutan. Ketiga, menyediakan buku bacaan yang sehat dan mendidik bagi anak-anak. Buku bacaan yang masih menggunakan bahasa yang kurang baik dan benar harus dihindarkan jauh-jauh dari sentuhan anak-anak. Proyek pengadaan Perbukuan Nasional harus benar-benar cermat dan teliti dalam menganalisis buku dari aspek bahasanya. Melalui ketiga agenda tersebut, bahasa Indonesia diharapkan benar-benar mampu melahirkan generasi yang maju, mandiri, dan modern, yang pada gilirannya benar-benar akan menjadi bahasa komunikasi yang praktis dan efektif di tengah-tengah peradaban global yang terus gencar menawarkan perubahan dan dinamika kehidupan. Dengan kata lain, bahasa Indonesia akan menjadi bahasa yang moden, tetap tetap menjadi jatidiri dari sebuah bangsa yang beradab dan berbudaya. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAFAL YANG DITINJAU DARI SEGI KEJELASANNYA DAN CAKUPANNYA

STUDI ISLAM KAWASAN

METODE IJTIHAD: IJMA’ DAN QIYAS