Selayang Pandang Situs Patiayam
SELAYANG PANDANG SITUS PURBAKALA PATIAYAM
DI DESA TERBAN
Laporan Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester
Mata Kuliah IAD,IBD,ISD
Dosen pengampu: Muhammad Jalil,M.Pd
Disusun Oleh:
Zuly Mar’atul Luthfiyah (1710610077)
Tadris Matematika B
Program Studi Tadris Matematika
Jurusan Tarbiyah
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Kudus
Tahun Akademik 2017
A. TUJUAN PENELITIAN
1.
Untuk
menjelaskan apa yang disebut Situs Patiayam beserta latar belakang berdirinya
di desa Terban.
2.
Untuk
menjelaskan perbedaan Situs Purbakala Patiayam dengan situs
lainnya.
3.
Untuk
mendeskripsikan proses
penemuan dan penggalian benda purbakala di desa Terban.
4.
Untuk
mendeskripsikan fosil-fosil yang disimpan di situs Patiayam di desa Terban.
5.
Untuk
menjelaskan peran serta masyarakat dan pemerintah dalam pelestarian Situs
Patiayam.
B. SETTING
Pelaksanaan Wawancara :
Hari, tanggal : Jumat, 24
November 2017
Pukul : 09.00
WIB
Tempat : Situs
Patiayam
Narasumber : Nur Aziz
selaku Situs Patiayam
Pembuatan Laporan selama ± 2 minggu mulai dari tanggal 22 November
2017 s/d 5 Desember 2017
C. KAJIAN PUSTAKA
Patiayam
merupakan sebuah perbukitan yang berada di Desa Terban Kecamatan Jekulo Kabupaten
Kudus dan terletak di kaki tenggara Gunung Muria, yaitu berada di Gunung Slumpit sekitar
20 Km dari Kawah Rahtawu yang merupakan Puncak dari Gunung Muria. Daerah
Patiayam merupakan wilayah perbukitan yang tidak teratur atau ireguler, agak
memanjang dengan arah timur laut - barat daya dengan puncak hampir melingkar
membentuk sebuah Perbukitan Kubah. Bukit tertinggi yang berada di bagian tengah
kubah dinamakan Gunung Patiayam, dengan ketinggian sekitar 350 dari permukaan
laut (dpl). Oleh karena Daerah Patiayam dengan bukit tertingginya bernama
Gunung Patiayam yang merupakan Perbukitan Kubah, maka daerah ini sering pula
disebut sebagai Kubah Patiayam atau Patiayam Dome.[1] Situs Patiayam secara resmi baru ditetapkan sebagai benda cagar budaya pada 2 Oktober 2005,
Situs sendiri memiliki arti sebagai
lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda
cagar budaya, termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya.[2]
Di situs patiayam, diketahui terdapat suatu
masa hidup manusia purba jenis Pithecanthropus Erectus dan Homo Erectus. Maka
dari itu situs ini tercatat sebagai salah satu situs hominid (manusia purba) di
Indonesia di perkuat dengan di
terbitkannya surat keputusan kepala
balai pelestari dan peninggalan purbakala (BP3) Nomor : 988/102.SP/BP3/P.IX/2005,
dimana letak zona situs ini adalah tanah milik perhutani petak 21 C (Bappeda,2007
: 1-3).[3] Beberapa fragmen
anggota anatomi Homo erectus
oleh S.
Sartono dan Y. Zaim pada tahun 1978. Temuan ini sangat signifikan dan
membuktikan bahwa Situs Patiayam merupakan situs penting yang dapat
disejajarkan dengan situs hominid lainnya di Jawa. Fosil tersebut ditemukan
pada seri stratigrafi, terdiri
atas endapan laut
di bagian bawah
dan endapan kontinental di bagian atas, yang merupakan hasil aktivitas
vulkanisme purba.[4]
Sebelumnya situs ini sudah lama dikenal sebagai
salah satu situs manusia purba (hominid) di Indonesia. Sejumlah fosil binatang
purba ditemukan penduduk setempat seperti kerbau, gajah, dan tulang lain. Fosil
gading gajah purba Stegodon trigonocephalus merupakan primadona Patiayam.
Dari waktu ke waktu, makin banyak fosil purba
ditemukan di situs ini, sehingga perlu dibangun museum khusus sebagai tempat
penampungan fosil-fosil temuan. Hingga sekarang terkumpul tidak kurang dari
1.3000 fosil purba berusia antara 700.000 sampai 1 juta tahun.
Selama ini Pemkab Kabupaten Kudus terus
menyelamatkan dan melestarikan Situs Patiayam yang merupakan situs
Prasejarah ikon masa depan dan bekerja sama dengan Balai Arkeologi Yogyakarta
untuk penelitian dan ekskavasi. Untuk pengelolaan Situs dan kawasannya, Pemerintah Kabupaten
Kudus melalui Bappeda Kabupaten Kudus pada tahun 2007 pernah membuat
perencanaan pengelolaan kawasan Situs Patiayam. Kegiatan tersebut tertuang
dalam dokumen masterplan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Patiayam. Maksud penyusunan tersebut adalah
untuk pengembangan Situs Patiayam sebagai pusat pengembangan sejarah kepurbakalaan di Kabupaten
Kudus, yang di dalamnya dilengkapi dengan menambahkan atraksi wisata alam yang
secara potensial dapat dikembangkan di kawasan Patiayam.[5]
Di lain
pihak, adanya kelompok masyarakat bernama Pokmasduta (Kelompok Masyarakat
Peduli Wisata) dan Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) di Desa Terban,
Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus adalah bentuk peran kelompok
masyarakat secara tidak langsung namun mendukung eksis- tensi Situs Patiayam.[6]
Selain sejarah penemuan, terjadi dua kali perpindahan
tempat penampungan fosil situs Patiayam. Semua fosil temuan awalnya diletakkan
di rumah Mustofa yang sekarang menjadi juru kunci situs Patiayam. Namun
sejak tahun 2009 dipindahkan ke sebuah bangunan bekas ruang PKK di kompleks
Balai Desa Terban.[7]
D. ALAT DAN BAHAN
1.
Alat
Tulis : Buku, Bolpoin, Pensil, Penghapus
2.
Laptop
3.
Kamera
HP
4.
Perekam
suara
5.
Pedoman
Wawancara
E. DATA PENGAMATAN
NO.
|
DAFTAR
PERTANYAAN
|
JAWABAN
NARASUMBER
|
Pak Abdul Aziz
|
||
1
|
Bagaimana latar belakang
berdirinya Situs Patiayam
di Desa Terban?
|
Berawal
dari sering di temukannya fosil-fosil yang oleh masyarakat sebut sebagai balung
buto, Pak Pani yang waktu itu menjabat sebagai anggota pelestari
lingkungan ingat bahwa di tempat tinggalnya dulu yakni desa Terban banyak
ditemukan balung buto akhirnya mengadukan hal tersebut ke pemerintah
kabupaten, Pemerintah kabupaten melalui Kepala Balai Pelestarian dan
Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah menetapkan Situs Patiayam sebagai
Benda Cagar Budaya(BCB) disertai pula dengan adanya sosialisasi yang dihadiri
oleh masyarakat sekitar. Karena belum memiliki gedung penyimpanan fosil,
fosil- fosil tersebut disepakati oleh warga ditempatkan di salah satu rumah
warga bernama Pak Mustofa, yang kemudian dipindah ke Ruang PKK Kelurahan
Terban hingga didirikannya Gedung Khusus sebagai situs penyimpanan fosil.
|
2
|
Mengapa
situs purbakala tersebut dinamakan Situs Patiayam?
|
Karena
nama itu diambil dari perbukitan yang ada di Terban, yakni bukit patiayam.
Bukit patiayam sendiri ada mitosnya, 2 versi, menurut cerita rakyat yang
berkembang dulu ada raja-raja yang merebutkan seorang putri, raja itu mati
tergeletak ditanah seperti ayam. Sedangkan versi lainnya, Sunan Kudus dan
Sunan Kedu dulu pernah adu ayam, ayam Sunan Kedu mati sehingga Bukit ini
dinamakan bukit Patiayam.
|
3
|
Kapan
dan oleh siapa penemuan fosil ini diresmikan sehingga dapat diakui sebagai
benda purbakala?
|
Ditetapkan
sebagai cagar budaya oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB)
Jawa Tengah Prambanan
yang dulunya BP3 Jawa Tengah pada
tanggal 2 Oktober 2005 yang tugasnya mengurusi museum-museum, makam-makam,
dan tempat ibadah bersejarah.
|
4
|
Kapan didirikannya
bangunan Situs Patiayam desa Terban ?
|
Walaupun
telah ditetapkan oleh BPCB pada tahun 2005 namun pembangunan Situs Patiayam
baru dirancang pada tahun 2012 dan baru digunakan pada tahun 2014.
|
5
|
Apa tujuan di
dirikannya Situs
Patiayam di desa
Terban ?
|
Untuk
melestarikan fosil fosil yang merupakan filosofi kehidupan zaman purba. Namun
yang terpenting yakni dunia pendidikan terutama sejarah. Kita dapat
mempelajari evolusi alam, evolusi hewan sampai peradaban manusia purba.
|
6
|
Kapan
waktu yang dijadwalkan untuk datang berkunjung?
|
Situs ini buka setiap hari mulai pukul 08.00-15.00 WIB, yang
biasa dijaga oleh dua orang petugas setiap harinya. Untuk masuk ke Situs
Patiayam ini tidak dikenakan biaya. Pengunjung hanya perlu mengisi buku tamu.
Di pojok ruangan terdapat kotak kaca yang disediakan untuk pengunjung yang
ingin memberikan sumbangan dana perawatan fosil dan kebersihan situs.
|
7
|
Apa
yang membedakan Situs Purbakala Patiayam dengan situs lainnya?
|
Fosil
fosil yang ditemukan kebanyakan masih berupa kerangka utuh, sedangkan disitus
lain sekitar 5-10 meter baru ditemukan masing masing rangka fosil dikarenakan
tertimbun tanah dan tidak terkena longsor, selain itu juga banyak yang
ditemukan di muara sungai.
|
8
|
Bagaimana proses
penemuan dan penggalian benda purbakala di desa Terban ?
|
Proses
penemuan berlangsung secara berkala, bermula dari penemuan gading gajah purba
yang nantinya akan membentuk kerangka utuh gajah purba, penemuan sering
didapat oleh warga sekitar, apabila fosil tersebut biasanya terdapat
dipinggiran jalan dapat digali oleh warga sendiri maka langsung digali namun
apabila kesulitan seperti kalau dimuara sungai meminta bantuan pihak ahli
seperti BPCB Jawa Tengah
|
9
|
Apakah
penemuan tersebut masih dilakukan hingga saat ini?
|
Ya , sampai saat ini masih banyak
yang ditemukan dan penemuan terbaru yang didapat yakni kepala banteng
dan diduga
juga kaki kuda ayam.
|
10
|
Fosil
apa saja yang telah ditemukan ?
|
Fosil yang ditemukan sekitar 3500
fosil.
Fosil-fosil tersebut meliputi: fosil gajah purba, badak purba, kerbau purba,
banteng purba, dan fosil kerang serta fosil vertebrata lainnya. Stegodon
Trigonocephalus atau gajah purba adalah primadona Situs Patiayam karena
kerangkanya yang dapat ditemukan secara utuh. Selain itu, ditemukan pula
sisa-sisa manusia purba Homo Erectus, berupa 1 buah gigi geraham bawah dan 7
buah pecahan tengkorak manusia.
|
11
|
Mengapa
fosil-fosil tersebut ditemukan di desa
Terban khususnya perbukitan patiayam?
|
Karena
disekitar daerah patiayam yang diduga merupakan tempat hidup manusia purba
dan binatang purba. Binatang maupun manusia dulu hidupnya berkoloni sehingga
apabila mereka punah pastinya akan berada berdekatan dengan kelompoknya.
|
12
|
Apakah
pernah diadakan Festival atau perayaan terkait Situs Patiayam? kapan dan
bagaimana pelaksanaannya?
|
Pernah, sekitar tahun 2009, 2010 dan terakhir 2015. Festival Patiayam mendapat banyak
dukungan, dari pihak kabupaten sampai para sukarelawan yang ikut memeriahkan.
Festival ini berlangsung dengan adanya arak-arakan pemuda pemudi desa yang
berpakaian zaman purba dengan membawa fosil-fosil berukuran kecil.
|
13
|
Bagaimana tanggapan bapak/ibu terkait Situs Patiayam di desa
Terban ?
|
Situs Patiayam layak dijadikan agenda untuk berwisata karena
mengandung unsur pendidikan terutama sejarah kehidupan purbakala, dengan lokasi
yang strategis karena terletak di jalur pantura Pulau Jawa. Gapura selamat
datang dan papan petunjuk lokasi telah dibangun di depan gang masuk untuk
memudahkan pengunjung yang datang. Pengunjung hanya perlu masuk sekitar 500
meter dari Jalan Raya Kudus-Pati.
|
14
|
Bagaimana peran serta warga Terban
dalam pengelolaan Situs Patiayam?
|
Oleh Pak Mustofa yang merupakan sukarelawan warga Desa Terban yang bersedia menggunakan rumahnya sebagai tempat
penyimpanan fosil-fosil. Peran dari Pemerintah Desa Terban adalah menyetujui sebagian lahan milik desa yang berada
di samping Kantor Desa sekarang yang telah dijadikan museum fosil. Dibentuk pula kelompok pelestari situs yang
biasa disebut Paguyuban.
|
15
|
Apa
tugas dari kelompok Paguyuban?
|
Paguyuban
Pelestari Situs Patiayam dibentuk dari para penemu dan pemerhati fosil maka
kegiatan mereka hanya fokus pada kelestarian benda cagar budaya. Dalam bidang
pelestarian Situs Patiayam, peran terdepan adalah Paguyuban Pelestari Situs
Patiayam yang secara
langsung mampu sebagai ‘penjaga’ situs terhadap kemungkinan adanya gangguan
dan pelanggaran yang terjadi di wilayah situs. Benda-benda fosil yang
terkumpulkan menjadi tanggungjawab seluruh anggota kelompok karena
benda-benda tersebut masih berada di wilayah situs.
|
16
|
Bagaimana peran serta
pemerintah dalam
pengelolaan Situs Patiayam?
|
Untuk pengelolaan Situs
dan kawasannya, Pemerintah Kabupaten Kudus melalui Bappeda Kabupaten Kudus
pada tahun 2007 pernah membuat perencanaan pengelolaan kawasan Situs
Patiayam. melalui Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata (sebelumnya bernama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan). Kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain
berupa kegiatan fisik dengan membuat ”Gardu Atraksi” di lereng barat Gunung
Nangka, membuat toilet untuk pengunjung (wisatawan) fosil, dan membuat
pengerasan jalan setapak menuju Gardu Atraksi. Gardu Atraksi yang sebenarnya
merupakan sebuah gardu yang untuk
melindungi temuan fosil-fosil yang terakumulasi dan menunjukkan satu individu
dari jenis Stegodon trigonocephalus hasil
penelitian (ekskavasi) Balai Arkeologi Yogyakarta pada tahun 2007. Menyajikan
benda cagar budaya di tempat terbuka seperti di Situs Patiayam ini memang
rawan terhadap kerusakan benda maupun keamanan benda terhadap pencurian,
namun Pemerintah Kabupaten Kudus bekerjasama dengan Paguyuban Pelestari Situs
Patiayam (P2SP) dan menyatakan bertanggung-jawab terhadap keamanannya. Hal ini
dibuktikan selain membuat Gardu Atraksi adalah dengan menjadwal anggota
paguyuban untuk menjaga lokasi ini, dan untuk hal tersebut Pemerintah
Kabupaten Kudus telah memberikan insentif (honor) kepada mereka. Peran
lain yang dilakukan
oleh Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kabupaten Kudus yaitu beberapa kegiatan seperti pembentukan
Forum Pelestari Situs
Patiayam (FPSP). Kelompok ini berbeda dengan Paguyuban
Pelestari Situs Patiayam karena tugasnya sebagai penghubung, dan kelompok ini juga di sahkan melalui Surat Keputusan Kepala Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus.
Selain itu terbentuk pula Kelompok Masyarakat Peduli
Wisata (Pokmasduta) dan dibentuk lagi Kelompok Sadar Wisata
(Pokdarwis) di Desa Terban yang dilegalkan oleh Kepala
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus.
|
17
|
Apa pesan bapak/ibu terhadap generasi muda terkait
kelestarian Situs Patiayam beserta festival yang diadakan di desa
Terban ?
|
Cerdas,
Aktif, dan peduli alam sekitar. Cerdas dalam arti pandai dalam mengorganisir
penemuan-penemuan, memiliki wawasan yang cukup tentang BCB khususnya
disekitar Patiayam sehingga membantu pemeliharaannya, Aktif maksudnya sering
mengikuti seminar-seminar maupun sosialisasi dalam hal pemeliharaan situs,
kalau bisa berpartisipasi dalam mengadakan festival Patiayam tiap tahunnya.
Sedangkan peduli alam sekitar maksudnya ketika ada penemuan terbaru ikut
turut serta membantu bukan hanya tentang situs Patiayam saja melainkan lokasi
wisata lainnya di desa Terban.
|
F.
PEMBAHASAN
Gambar 1.1 Gedung Situs Patiayam
Patiayam
merupakan sebuah perbukitan yang berada di Desa Terban Kecamatan Jekulo Kabupaten
Kudus dan terletak di kaki tenggara Gunung Muria, yaitu berada di Gunung Slumpit sekitar
20 Km dari Kawah Rahtawu yang merupakan Puncak dari Gunung Muria. Didaerah
Patiayam ini dibangun sebuah situs yang dinamakan situs Patiayam. Situs ini
merupakan situs penyimpanan benda-benda purbakala. Tujuan dari pembenttukan situs
ini adalah melestarikan fosil-fosil yang merupakan filosofi
kehidupan zaman purba. Namun yang terpenting yakni dunia pendidikan terutama
sejarah. Kita dapat mempelajari evolusi alam, evolusi hewan sampai peradaban
manusia purba.
Situs Purbakala
ini dinamakan Situs Patiayam karena nama itu diambil dari perbukitan yang ada
di Terban, yakni bukit patiayam. Bukit patiayam sendiri ada mitosnya, 2 versi,
menurut cerita rakyat yang berkembang dulu ada raja-raja yang merebutkan
seorang putri, raja itu mati tergeletak ditanah seperti ayam. Sedangkan versi
lainnya, Sunan Kudus dan Sunan Kedu dulu pernah adu ayam, ayam Sunan Kedu mati
sehingga Bukit ini dinamakan bukit Patiayam.
Gambar
1.2 Penyimpanan fosil dirumah Pak Mustofa
Adapun yang
melatarbelakangi berdirinya situs Patiayam adalah sering di temukannya
fosil-fosil yang oleh masyarakat sebut sebagai balung buto, Pak Pani
yang waktu itu menjabat sebagai anggota pelestari lingkungan ingat bahwa di
tempat tinggalnya dulu yakni desa Terban banyak ditemukan balung buto akhirnya
mengadukan hal tersebut ke pemerintah kabupaten, Pemerintah kabupaten melalui
Kepala Balai Pelestarian dan Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah menetapkan
Situs Patiayam sebagai Benda Cagar Budaya(BCB) dengan surat yang bertanggal 2 Oktober 2005,
nomor: 988/102.SP./BP3/P.IX/2005 disertai pula dengan adanya sosialisasi yang
dihadiri oleh masyarakat sekitar. Karena belum memiliki gedung penyimpanan
fosil, fosil- fosil tersebut disepakati oleh warga ditempatkan di salah satu
rumah warga bernama Pak Mustofa, yang kemudian dipindah ke Ruang PKK Kelurahan
Terban hingga didirikannya Gedung Khusus sebagai situs penyimpanan fosil.
Hal lain
mengenai Situs Patiayam yang membedakannya dengan situs lainnya yaitu fosil
fosil yang ditemukan kebanyakan masih berupa kerangka utuh, sedangkan disitus
lain sekitar 5-10 meter baru ditemukan masing masing rangka fosil dikarenakan
tertimbun tanah dan tidak terkena longsor, selain itu fosil-fosil tersebut banyak yang ditemukan di
muara sungai.
Gambar 1.3 Macam-macam
fosil di Situs Patiayam
Fosil-fosil ini
banyak di temukan di daerah Patiayam karena disekitar daerah patiayam yang
diduga merupakan tempat hidup manusia purba dan binatang purba. Binatang maupun
manusia dulu hidupnya berkoloni sehingga apabila mereka punah pastinya akan
berada berdekatan dengan kelompoknya. Peneman-penemuan tersebut sampai saat ini masih banyak yang
ditemukan dan penemuan terbaru yang didapat yakni kepala banteng dan diduga juga kaki kuda ayam.
Proses penemuan
berlangsung secara berkala, bermula dari penemuan gading gajah purba yang
nantinya akan membentuk kerangka utuh gajah purba, penemuan sering didapat oleh
warga sekitar, apabila fosil tersebut biasanya terdapat dipinggiran jalan dapat
digali oleh warga sendiri maka langsung digali namun apabila kesulitan seperti
kalau dimuara sungai meminta bantuan pihak ahli seperti BPCB Jawa Tengah.
Gambar 1.4 Fosil Gading
dan kerangka Stegodon Trigonochepalus (gajah purba) yang utuh
Fosil yang ditemukan sekitar 3500 fosil.
Fosil-fosil tersebut meliputi: fosil gajah purba, badak purba, kerbau purba,
banteng purba, dan fosil kerang serta fosil vertebrata lainnya. Stegodon
Trigonocephalus atau gajah purba adalah primadona Situs Patiayam karena
kerangkanya yang dapat ditemukan utuh walaupun secara berangsur . Selain itu,
ditemukan pula sisa-sisa manusia purba Homo Erectus, berupa 1 buah gigi geraham
bawah dan 7 buah pecahan tengkorak manusia.
Gambar 1.5 Festival
Patiayam
Dulu pernah
diadakan festival untuk memperkenalkan Situs Patiayam kepada khalayak umum yang
dilakukan sekitar tahun
2009, 2010 dan terakhir tahun
2015. Festival Patiayam mendapat banyak dukungan,
dari pihak kabupaten sampai para sukarelawan yang ikut memeriahkan. Festival
ini berlangsung dengan adanya arak-arakan pemuda pemudi desa yang berpakaian
zaman purba dengan membawa fosil-fosil berukuran kecil.
Peran
warga dan pemerintah Desa Terban dalam melestarikan Situs Patiayam terlihat
dari Pak Mustofa yang merupakan
sukarelawan warga Desa Terban yang bersedia menggunakan rumahnya sebagai tempat
penyimpanan fosil-fosil. Peran dari
Pemerintah Desa Terban adalah menyetujui sebagian lahan milik desa yang berada
di samping Kantor Desa sekarang yang telah dijadikan museum fosil. Peran
Paguyuban Pelestari Situs Patiayam karena dibentuk dari para penemu dan
pemerhati fosil maka kegiatan mereka hanya fokus pada kelestarian benda cagar
budaya. Dalam bidang pelestarian Situs Patiayam, peran terdepan adalah
Paguyuban Pelestari Situs Patiayam yang secara langsung mampu sebagai ‘penjaga’
situs terhadap kemungkinan adanya gangguan dan pelanggaran yang terjadi di
wilayah situs. Benda-benda fosil yang terkumpulkan menjadi tanggungjawab
seluruh anggota kelompok karena benda-benda tersebut masih berada di wilayah
situs. Lambat
laun anggota Paguyuban semakin sedikit karena banyak yang sudah meninggal.
Hingga saat ini dari paguyuban hanya bersisa 7 orang dan diteruskan oleh anak-anaknya.
Gambar
1.6 Atraksi Gardu Pandang
Selain dari Pemerintah Desa Terban, Pemerintah Kabupaten juga berperan melalui Bappeda
Kabupaten Kudus pada tahun 2007 bersama Pemerintah Desa Terban pernah membuat
perencanaan pengelolaan kawasan Situs Patiayam melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (sebelumnya
bernama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan). Kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain berupa
kegiatan fisik dengan membuat ”Gardu Atraksi” di lereng barat Gunung Nangka,
membuat toilet untuk pengunjung (wisatawan) fosil, dan membuat pengerasan jalan
setapak menuju Gardu Atraksi. Gardu Atraksi yang sebenarnya merupakan sebuah
gardu yang untuk melindungi temuan
fosil-fosil yang terakumulasi dan menunjukkan satu individu dari jenis Stegodon trigonocephalus hasil
penelitian (ekskavasi) Balai Arkeologi Yogyakarta pada tahun 2007. Menyajikan
benda cagar budaya di tempat terbuka seperti di Situs Patiayam ini memang rawan
terhadap kerusakan benda maupun keamanan benda terhadap pencurian, namun
Pemerintah Kabupaten Kudus bekerjasama dengan Paguyuban Pelestari Situs Patiayam (P2SP) dan menyatakan bertanggung-jawab terhadap keamanannya. Hal ini dibuktikan selain membuat Gardu Atraksi
adalah dengan menjadwal anggota paguyuban untuk menjaga lokasi ini, dan untuk
hal tersebut Pemerintah Kabupaten Kudus telah memberikan insentif (honor)
kepada mereka. Peran lain
yang dilakukan oleh
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus yaitu
beberapa kegiatan seperti pembentukan Forum Pelestari Situs Patiayam (FPSP).
Kelompok ini berbeda dengan Paguyuban Pelestari Situs Patiayam karena
tugasnya sebagai penghubung, dan kelompok ini juga di sahkan
melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus.
Selain
itu terbentuk pula Kelompok Masyarakat Peduli Wisata (Pokmasduta) dan dibentuk
lagi Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di Desa Terban yang dilegalkan oleh
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus.
Gambar 1.7 Foto bersama Narasumber
Pesan dari Pak
Nur Aziz selaku pemelihara Situs Patiayam yang ditujukan oleh generasi muda
dalam pelestarian Situs Patiayam adalah Cerdas, Aktif, dan peduli alam sekitar.
Cerdas dalam arti pandai dalam mengorganisir penemuan-penemuan, memiliki
wawasan yang cukup tentang BCB khususnya disekitar Patiayam sehingga membantu
pemeliharaannya, Aktif maksudnya sering mengikuti seminar-seminar maupun
sosialisasi dalam hal pemeliharaan situs, kalau bisa berpartisipasi dalam
mengadakan festival Patiayam tiap tahunnya. Sedangkan peduli alam sekitar
maksudnya ketika ada penemuan terbaru ikut turut serta membantu bukan hanya
tentang situs Patiayam saja melainkan lokasi wisata lainnya di desa Terban.
Situs
Patiayam layak dijadikan agenda untuk berwisata karena mengandung unsur pendidikan
terutama sejarah kehidupan purbakala, dengan lokasi yang strategis karena
terletak di jalur pantura Pulau Jawa. Gapura selamat datang dan papan petunjuk
lokasi telah dibangun di depan gang masuk untuk memudahkan pengunjung yang
datang. Pengunjung hanya perlu masuk sekitar 500 meter dari Jalan Raya
Kudus-Pati.
G.
KESIMPULAN
Situs
Patiayam merupakan situs penyimpanan benda-benda purbakala yang terletak
didukuh Kancilan, Desa Terban, Jekulo Kudus. Latar belakang berdirinya
situs Patiayam adalah sering di temukannya fosil-fosil yang oleh masyarakat
sebut sebagai balung buto, Pak Pani yang waktu itu menjabat sebagai
anggota pelestari lingkungan ingat bahwa di tempat tinggalnya dulu yakni desa
Terban banyak ditemukan balung buto akhirnya mengadukan hal tersebut ke
pemerintah kabupaten, Pemerintah kabupaten melalui Kepala Balai Pelestarian dan
Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah menetapkan Situs Patiayam sebagai Benda
Cagar Budaya(BCB) dengan surat yang
bertanggal 2 Oktober 2005, nomor: 988/102.SP./BP3/P.IX/2005 disertai pula
dengan adanya sosialisasi yang dihadiri oleh masyarakat sekitar. Karena belum
memiliki gedung penyimpanan fosil, fosil- fosil tersebut disepakati oleh warga
ditempatkan di salah satu rumah warga bernama Pak Mustofa, yang kemudian
dipindah ke Ruang PKK Kelurahan Terban hingga didirikannya Gedung Khusus
sebagai situs penyimpanan fosil.
Situs Patiayam
berbeda dengan situs lainnya karena fosil fosil yang ditemukan kebanyakan masih
berupa kerangka utuh, sedangkan disitus lain sekitar 5-10 meter baru ditemukan
masing masing rangka fosil dikarenakan tertimbun tanah dan tidak terkena
longsor, selain itu fosil-fosil tersebut
banyak yang ditemukan di muara sungai.
Proses penemuan
berlangsung secara berkala, bermula dari penemuan gading gajah purba yang
nantinya akan membentuk kerangka utuh gajah purba, penemuan sering didapat oleh
warga sekitar, apabila fosil tersebut biasanya terdapat dipinggiran jalan dapat
digali oleh warga sendiri maka langsung digali namun apabila kesulitan seperti
kalau dimuara sungai meminta bantuan pihak ahli seperti BPCB Jawa Tengah.
Fosil yang ditemukan sekitar 3500 fosil.
Fosil-fosil tersebut meliputi: fosil gajah purba, badak purba, kerbau purba,
banteng purba, dan fosil kerang serta fosil vertebrata lainnya. Stegodon
Trigonocephalus atau gajah purba adalah primadona Situs Patiayam karena
kerangkanya yang dapat ditemukan utuh walaupun secara berangsur . Selain itu,
ditemukan pula sisa-sisa manusia purba Homo Erectus, berupa 1 buah gigi geraham
bawah dan 7 buah pecahan tengkorak manusia.
Peran
warga dan pemerintah Desa Terban dalam melestarikan Situs Patiayam terlihat
dari Pak Mustofa yang merupakan
sukarelawan warga Desa Terban yang bersedia menggunakan rumahnya sebagai tempat
penyimpanan fosil-fosil. Peran dari
Pemerintah Desa Terban adalah menyetujui sebagian lahan milik desa yang berada
di samping Kantor Desa sekarang yang telah dijadikan museum fosil. Peran
Paguyuban Pelestari Situs Patiayam karena dibentuk dari para penemu dan
pemerhati fosil maka kegiatan mereka hanya fokus pada kelestarian benda cagar
budaya.
Pemerintah
Kabupaten juga berperan melalui Bappeda Kabupaten Kudus pada tahun 2007 bersama
Pemerintah Desa Terban pernah membuat perencanaan pengelolaan kawasan Situs
Patiayam melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (sebelumnya bernama Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan). Kegiatan yang telah dilaksanakan antara lain berupa
kegiatan fisik dengan membuat ”Gardu Atraksi” di lereng barat Gunung Nangka,
membuat toilet untuk pengunjung (wisatawan) fosil, dan membuat pengerasan jalan
setapak menuju Gardu Atraksi.
H.
DAFTAR PUSTAKA
Siswanto, et.al.
Melacak Jejak Kehidupan Purba di Patiayam. Yogyakarta
: Kepel Press. 2016.
Praba
Djuniadi Putra, Arfin. “Museum Situs Purbakala di Kudus”.. ...... Skripsi. Universitas Negeri
Surakarta. 2012.
Khanafi,
Imam. “Mengenal Situs Patiayam Kudus”. http://peka.umk.ac.id/2016/04/mengenal-situs-patiayam-kudus.html. 2016. (diakses pada tanggal 13 November 2017)
Rakijan,
Siti Asmah. Selayang Pandang Situs Patiayam ed. 3th. ............. Kudus: Situs Patiayam.
2009.
I.
DOKUMENTASI
Gambar 1.1 Gedung Situs Patiayam yang baru sebelah timur Gedung PKK
desa Terban
Gambar
1.2 Penyimpanan fosil dirumah Pak Mustofa
Gambar 1.3 Macam-macam
fosil di Situs Patiayam
Gambar 1.4 Fosil Gading
dan kerangka Stegodon Trigonochepalus (gajah purba) yang utuh
Gambar
1.5 Festival Patiayam
Gambar 1.6 Atraksi Gardu Pandang
Gambar 1.7 Foto bersama Narasumber (selaku juru pelihara situs
patiayam)
[1]
Siswanto et.al, Melacak Jejak Kehidupan Purba di Patiayam, (Yogyakarta :
Kepel Press,2016), 4
[2]
Arfin Praba Djuniadi Putra, Skripsi, Museum Situs Purbakala di Kudus, (Surakarta:
UNS, 2012), 6
[3]
Siti Asmah Rakijan, Selayang Pandang Situs Patiayam ed. 3th,
(Kudus, Situs Patiayam,2009), 10
[7]Imam
Khanafi, Mengenal Situs Patiayam Kudus,
diakses dari http://peka.umk.ac.id/2016/04/mengenal-situs-patiayam-kudus.html, pada
tanggal 13 November 2017 pukul 9:33
Komentar
Posting Komentar